DILEMA PENGAKUAN ISTRI : ANDAI PERAWANKU UNTUK SUAMIKU
Sebuah pengakuan dari seorang istri yang diacuhkan suaminya ketika menceritakan yang sebebarnya. Bahwa suaminya bukan yang pertama menjamah tubuhnya. Semoga menjadi inspirasi buat pembaca.
Aku ingin menceritakan kisah hidupku. Kisah hidup yang pilu, meremuk-redam jantung-hatiku. Aku tidak bermaksud mengeluh, tidak, sama sekali tidak, aku sudah ikhlas menerima semua ini, aku hanya ingin bercerita.
Aku seorang ibu rumah tangga, sebut saja namaku Gadis. Usiaku 30 tahun, usia yang sudah cukup matang bagi seorang wanita. Banyak orang bilang aku ini cantik, meski aku merasa biasa saja. Kata mereka, aku pandai merawat diri, supel dalam pergaulan dan sangat ramah. Kata mereka lagi, aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini karena selain cantik, aku juga memiliki seorang suami yang tampan, mapan dan baik hati. Mas Bayu namanya, seorang pengusaha sukses dan menjadi panutan bagi teman-teman dan keluarganya. Dari pernikahan kami, kami juga dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik, dia kami beri nama Mutiara. Iya, dia adalah mutiara dalam hidupku. Seluruh jiwa, raga dan pengharapanku ada padanya. Diusianya yang sudah menginjak 7 tahun, dia tumbuh menjadi seorang anak gadis yang rupawan dan cerdas. Banyak teman-temanku yang menyatakan iri sekaligus kagum melihat keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga kami.
“Aku ingin memiliki rumah tangga seperti kamu Dis, selalu terlihat rukun dan mesra, apa sih rahasianya?” begitu ucapan Vitri dan Indri setiap berkunjung ke rumahku.
Seperti biasa, aku hanya akan menanggapinya dengan senyum. Kedua sahabatku itu tidak tahu bagaimana aku dan Mas Bayu mengatur semua ini. Semuanya kelihatan begitu harmonis dan indah. Mereka tidak tahu betapa aku dan Mas Bayu menutupi semuanya. Kami selalu berusaha tersenyum, terlihat rukun dan mesra di hadapan Mutiara, di hadapan kedua orang tuaku, mertuaku, dan sahabat-sahabatku. Mereka tidak tahu dan tidak perlu tahu keadaan kami yang sebenarnya.
Sudah lima tahun lamanya kami hidup dalam sandiwara yang penuh kepalsuan. Kami hidup bersama, namun sesungguhnya kehidupan rumah tangga kami tidak berjalan normal sebagaimana layaknya rumah tangga pada umumnya. Mas Bayu yang mapan memang mencukupi segala kebutuhanku secara materi, rumah yang besar, perabot yang mewah, belanja bulanan, tabungan yang lebih dari cukup, bahkan liburan akhir pekan, hingga liburan ke luar negeri acap kali kami lakukan. Bukan itu saja, suamiku yang baik hati itu juga selalu memenuhi kebutuhan kedua orang tuaku dan keluarga besarnya. Semuanya tercukupi, bahkan lebih dari cukup.
Mas Bayu betul-betul kepala rumah tangga dan suami yang sangat bertanggung jawab. Semua kebutuhanku sebagai istri dipenuhinya, kecuali satu hal, dia tidak pernah lagi menyentuhku. Lima tahun belakangan ini, meski kami masih tidur sekamar, dia tidak pernah lagi mau tidur di sampingku, dia lebih memilih tidur di sofa yang sengaja dia letakkan di kamar kami. Semua ini berawal dari pengakuanku.
Mas Bayu adalah seorang pria yang bukan saja tampan dan baik hati, tapi juga sangat jujur dan terbuka padaku. Menurutnya, aku adalah cinta pertamanya. Sejak pertama kali berjumpa denganku, dia berjanji di dalam hati akan mempersembahkan segenap cintanya padaku, dan tidak akan pernah berpaling ke wanita lain. Dan itu dia laksanakan. Tiga tahun berpacaran dan tiga tahun pertama pernikahanku dengannya, aku lalui dengan penuh kebahagiaan. Segenap perhatian dan cintanya betul-betul dia curahkan padaku.
Karena kejujuran dan kebaikannya itu, batinku selalu dihantui oleh rasa bersalah karena ketidakjujuranku sendiri padanya. Tiga tahun lamanya kami menjalin hubungan atau berpacaran hingga kemudian menikah, aku menyembunyikan sesuatu yang semestinya diketahui oleh suamiku. Sangat tidak adil rasanya kalau kejujuran dan kebaikan Mas Bayu selama ini aku balas dengan ketidakjujuran, meski kadang-kadang aku juga khawatir dia akan sulit menerima kejujuranku, hingga pada suatu hari, sekitar lima tahun yang lalu, aku memutuskan untuk berterus terang padanya.
Sambil terisak, aku bercerita padanya bahwa dia bukanlah cinta pertamaku. Aku menyebut nama Rio sebagai cinta pertamaku. Aku juga berterus terang bahwa ketika Mas Bayu menikahiku, aku sudah tidak perawan lagi. Pergaulan bebas yang aku lakukan dengan Rio telah merenggut kegadisanku pada usia 17 tahun.
Setelah menceritakan masa laluku padanya, beban yang selama ini menghimpit batinku lepas sudah. Aku tahu Mas Bayu sangat mencintaiku, sehingga aku yakin dia akan menerima keterus-teranganku waktu itu. Hatiku terasa plong, namun tidak dengan Mas Bayu. Ternyata dugaanku salah. Mas Bayu sangat terpukul mendengar kisahku waktu itu. Aku melihat pria yang sangat mencintaiku itu duduk terdiam, dia nampak sangat kecewa. Matanya berkaca-kaca, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Cukup lama Mas Bayu terdiam, sampai kemudian dia menatapku dengan mata berkaca-kaca.
“Mengapa baru sekarang kamu katakan semua ini, dik?” katanya lirih, hampir tak terdengar.
Aku langsung bersimpuh di hadapannya. Kucium tangannya.
“Maafkan aku Mas, kalau semua ini aku ceritakan padamu sebelum kita menikah, kau tidak akan sudi menikahiku… Aku sangat mencintaimu, aku tak mau kehilanganmu, Mas…”
Aku tak kuasa lagi menahan derasnya air mataku. Aku terus meminta maaf, namun Mas Bayu tidak bergeming.
Sejak peristiwa itu, Mas Bayu tidak sudi lagi menyentuhku. Mas Bayu yang dulu sangat romantis dan bergairah, tiba-tiba berubah menjadi pria yang sangat dingin. Meski dia tidak pernah mengungkit-ungkit masalah itu lagi, aku selalu merasa terhina dan tak berguna ketika dia menampik setiap sentuhanku.
Aku lalu berinisiatif untuk mengajaknya berunding, dan kami lalu bersepakat untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga kami demi Mutiara, buah cinta kami yang suci. Aku dan Mas Bayu tetap berusaha bersikap biasa layaknya sepasang suami-istri yang normal di hadapan Mutiara, keluarga besar kami, dan orang-orang di sekitar kami.
Lima tahun sudah aku dan Mas Bayu menjalani semua ini. Aku selalu merasa sepi, tak berdaya dan hina di hadapannya. Dosakah aku karena berkata jujur? Terkadang terpikir olehku untuk lari dari semua ini, namun ketika melihat wajah polos Mutiara anakku, aku seperti mendapatkan energi yang luar biasa untuk terus bertahan, hingga hari ini.
Demikianlah kisahku ini. Terkadang aku menangis sendirian di kamar, ketika hidupku terasa begitu hampa, namun aku akan berusaha untuk tetap tegar menghadapi semua ini, entah sampai kapan. Kalau boleh berharap, ketika maut menjemputku nanti, aku ingin mati dalam keadaan tetap berstatus sebagai istri Mas Bayu. Aku juga ingin masuk surga. Kata pak ustad dulu, ketika berada di surga nanti, semua wanita akan kembali menjadi perawan. Aku berharap kelak ketika aku menjadi gadis perawan lagi dan kami bertemu di surga, Mas Bayu mau menerimaku kembali dan mencintaiku sepenuh hatinya. Amin.